Bait-bait Doa yang Menunggu Jatuh



Aku dengar langit penuh sesak sebuah permintaan. Sampai mata ini memperoleh langit kelabu. Tutup langit seakan bukit-bukit yang mengigit bait. Bait yang menetap di ujung kedua tangan, tetesan akhir air mata dan sepertiga malam yang sunyi.

Pernah aku ulang langkah-langkah ringan menimbun keringnya surau. Padahal air mengucur mempersilahkan lumut melukis dinding setiap sisi. Ternyata kering bukan urusan masing-masing. Tapi segumpal daging tak melihat cahaya lagi. Menunggangi lelap ditumpukan gelap.

Celah langit kadang sengaja menjatuhkan sesuatu. Agar manusia tau. Hari mulai tua dan lelah. Nasib berubah pikiran terlalu sering. Hujan hanya hamparan sekejap yang lupa dimana harus turun.

Hanya sedikit kutemui. Doa yang terjaga. Kadang hanya tergesa-gesa. Kadang doa ada dibarisan status sosial, di ketikan terakhir pria malang di kamar mandi. Jarang doa itu berbentuk nyata di serambi masjid sebelah. Kadang hanya beberapa memilih di antara lima.

Tak pelak hati perlahan mati. Apapun roda kehidupan disesali. Secepat kilah bait dilontarkan. Selambat doa dikumpulkan. Sesedikit debu dalam gengaman. Tak puas. Tak pernah merasa puas. Ah, aku lupa tentang Manusia. Aku lupa... Lalu aku malu menahan air mata. Terpejam dan tenggelam.

Image Source: https://pixabay.com/en/starry-night-starry-sky-silhouette-1149815/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri Kopi Sianida

Sembunyi di Dataran Sunyi

Ilusi Pengkhianatan