Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Tangan Kecil dan Rambut Beruban

Gambar
Tangan Kecil dan Rambut Beruban Lebih dari hanya sebuah langkah. Lebih dari hanya sepasang kaki kecil berlari. Lebih dari tetesan keringat yang mengucur menginginkan hati yang makmur. Semua itu lebih dari apa yang dia harapkan dari setengah abad nafasnya. Tak peduli hati hancur, tak peduli teror status kasta. Langkahnya serupa nadi waktu tak kenal lelah. Menadahkan tangan mengisi diantara jiwa. Lelah sudah pasti. Tapi nyawa perlu isi. Bukan angin. Bukan pula cacian acuh. Sosok itu hanya butuh belas kasih. Dalam ukuran berbentuk receh. Namun ketulusan sebening intan. Siap menghamburkan doa di tengah malam. Tulus tanpa goresan kepentingan. Damai tanpa riuh pengadilan dunia. Atas nama kesibukan, bahkan waktu enggan menyapa. Hening tapi tak peduli. Mengaku diri sebagai manusia berhati lembut. Dimanakah saat mereka merintih mengigau nasi. Sungguhkah kita manusia berjiwa...jiwa yang mana... Aku pun palsu. Sembunyi dalam tulisan ini. Padahal hati seperti mereka yang lupa. Bahkan

Goresan Putih Tentangmu

Gambar
Goresan Putih Tentangmu Aku lega kita telah berbagi senyum... Yang mungkin memudar dihisap waktu... Entahlah.. Kamu tampak bahagia di depan sini... Namun... Aku tak melihat itu di kedua bola matamu... Aku tak pernah bisa melihat semuanya tentangmu... Engkau pandai memoles senyuman... Hingga pedih pun enggan keluar... Kesedihan masih tetap samar... Sampai akupun hanyut... Sampai akupun takut... Sampai akupun khawatir... Terpisah walau sedekat itu.. Aku tak pernah berani menyentuh kisahmu... Yang tampak kau ikat erat dalam hatimu... Menyisahkan kenangan yang sulit dihilangkan... Kau dan bagian lain dari masa lalumu... Aku lega kau masih bisa tetap tersenyum... Senyum penuh kekuatan... Masih tentangmu yang perlahan mengambil hatiku.. Aku pun tak tau... Aku pun tak sadar... Saat aku menitipkan beberapa senyum untukmu... Saat aku mencoba memberimu potongan kisahku... Aku bahkan tak tau bagaimana hati bisa memilihmu... Senyum.. Hanya itu yang ak

Maret dan Sebuah Titik Kecil

Mulai dari titik ini, aku mencoba menanam bagian duniaku ke dalam sebuah tulisan mini di blog pribadi ini. Mungkin masih jauh dari kata layak untuk disebut sebagai sebuah tulisan yang bagus, namun dari titik inilah sebuah makna akan terbentuk melesat menuju puncak. Semua tentang proses dan bagaimana menghadapi sebuah proses. Dititik ini pula aku sadar. Jika seseorang ingin menjadi seorang penulis, maka mulailah menulis dan tetap terus menulis. Banyak sekali metode, langkah, cara, tips dan bahkan yang paling ekstrim (cara cepat) beterbaran di dunia maya mengisahkan teori kepenulisan. Semua itu akan menjadi dongeng jika tak diterapkan. Inti dari yang telah aku pelajari selalu mengerucut ke satu kata. Tulislah. Maka tulisanmu akan membawa langkahmu lebih maju. Segeralah menulis dan selalu sempatkanlah menulis. Meskipun hanya beberapa kalimat, paragraf ataupun lembaran. karena kesibukan tak pernah mau berdamai denganmu. Namun, selalu ada celah waktu untuk menulisakan titik kecil sebuah c

Tak Pernah Ada Ceritaku di Sana

Gambar
Tak pernah ada ceritaku disana Kisahku tak mendunia... Apa lagi dipuja-puja... Seperti kenangan bertahan melampaui badai... Tetap bersama bayang... duduk bersama menanti cerita... baru dan laku... merindu tak pernah satu... cukup untuk menyebut itu sebuah harapan Karena ceritaku terbungkus ingatanmu... Tak pernah kemana-mana... Selalu tertidur menunggu senja memeluk matahari... Sampai bulan menghendaki meminjam cahaya... Merenung mengutip fakta... Aku bersenda gurau hanya dengan bayang... Tak pernah memiliki selain angan... Aku kembali lagi pada awal yang hampir mendekati akhir... Sama seperti biasanya... penuh akan makna... tapi terselip derita... aku terpejam menunggu pulang... image source:  https://pixabay.com/en/rain-poland-autumn-loneliness-1048936/

Potongan Kisahku, Untukmu

Gambar
Potongan kisahku, untukmu kumpulan senyum yang dulu terbagi, kini terkumpul. Tepat di depanku. Tepat di hatiku. Berbicara mengisahkan cerita lama. Tak pernah aku menyampaikan mata indahmu saat meja kayu menertawaiku. Jalanku kini melihat wajahmu. Tak peduli waktu memarahiku soal berlama-lama memungutimu. Apalagi bercerita memilah rasa. Kamu memasuki sebagian duniaku. Aku seperti biasa mengumpulkan senyummu. Tak pernah bosan. Tak pernah berhenti untuk penasaran. Entah apa yang melibatkan pikiranku untuk memutuskan sebuah hati. Aku hanya memutar kemudi untuk tak beranjak pergi. Tak pernah tau, tentang sebuah hati. Apalagi keadaan hatiku yang menyimpan namamu. Yang aku tau, kamu dan aku setuju menyebut itu sebuah keadaan nyaman. Lega melihatmu tersenyum seperti biasa. Aku menitipkanmu selalu kepada sang pencipta. Agar kelak suatu hari kamu dan aku benar-benar bisa membagi cerita sepenuhnya. Dalam barisan doa yang mengutip namamu. Terjaga dalam kisahku yang kuberikan