Negeri Kopi Sianida

Coffee, Coffe, Latte
Negeri Kopi Sianida


Sebentar saja aku tinggal dalam mimpi, terbit jenis kopi baru. Biasanya aku bertatap muka kopi milik ayah. Kadang sedikit pahit, kadang sedikit gula.

Kopi nampak asing yang membuat pusing. Lalu tergeletak mengucap diam dan terkapar. Wartawan membangunkan dengan cercaan pertanyaan.

Di mimpiku seorang buta bertanya. Harusakah ada yang mati, padahal di bangku pendidikan kita telah dikenalkan kimia. Walau tak sempat bertanya.

Aku terbangun bersama terkejut. Mimpiku mengataiku sialan. Akhirnya kuberlari tepat di depan sebuah televisi. Menganga bak manusia tanpa kelana.

Negeriku bukan negeri sandiwara. Lihat saja para petarung medianya. Satu kisah ribuan kata mendunia. Bahkan kopi hitam khas ibu tak sempat terkenal walaupun puluhan tahun ada di meja.

Aku iri dengan kopi Sianida. Wajahnya setenar artis ibu kota. Pelakunya sembunyi di antara ribuan 
manusia. Sementara aku tetap begitu. Mengulang rutinitas roda cahaya. Tak peduli walau tak berdasi. Tak patuh walau tak bersepatu.

Sekarang aku kembali ke mimpiku. Bertemu seorang buta 2 kali. Giliranku berkata. Engkau benar orang asing. Di Negeriku, bahkan kopi lebih terkenal daripada kiai.

Kami tertawa bergantian.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sembunyi di Dataran Sunyi

Ilusi Pengkhianatan