Mengunci Sepi
Mengunci Sepi |
Aku baru sadar diamku kalah dengan suara jangkrik malam memukul rebana hijau. Ku ulang putar-putar otak mengikis otak-atik gadget antik. Ternyata memang kekalahan meniduri lekuk tubuhku berakhir di pangkal bibir.
Harus ku akui. Ini memuakkan. Seperti mengunyah dunia dan menelannya berbentuk darah. Masih tanpa suara.
Belum habis diamku. Ingatan 3 gadis manja bertamu. Membuyarkan semangat. Seperti bapak kehilangan anak. Mereka dan pikiran imajinatifku. Aku pikir aku akan bersuara. Tapi lilinpun hanya meleleh meninggalkan asap. Bayangkan jika lilin tertawa.
Mereka bertiga mengurai masalah. Lalu mengembalikannya seperti sedia kala. Meminjam ruang dalam otakku hanya untuk memukulku. Pergi-pergi berlalu semu. Mereka bak timer berwajah manusia. Siap menamparku saat aku kaku.
Aku dan aku dalam otakku lalu membisu. Berakhir di nyanyian benda elektronik berlayar remi. Menghidangkan lagu favoritku. Lalu malam mengantarkanku menduduki singgasana mimpi putih. Semuanya kuletakkan pada malam. Saat terakhir kali bicaraku hanya doa kecil dari hati. Itu bukan suara.
Komentar
Posting Komentar