Tentang Kisah.... Tentang Puisi.... Tentang Impian.... Tentang Senyuman :)
Aku percaya kisah sederhana jika diceritakan dengan indah akan menjadi luar biasa... (andriawan-d)
Ini Aku
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Oleh
Muhammad Irwan Andriawan
-
Hei...
Ini Aku...
Kau tak mengenalku...
Lagi...
Kenapa...
Bagaimana bisa...
Tidak mungkin...
Lagi...
Menebak Pagi Aku tak mengajarkan pelik, untuk tau selubung nafas hidup. Tercermin di atas pantulan hujan genangan. Warna langit kelabu belumlah sepenuhnya awan. Sisa sarapan burung hutan terjatuh membentuk liang. Payung tak sanggup menganga lagi menutupi sedih. Jalanan mengambil hikmal berbentuk aspal basah. Para pemutar roda berlarian berbusana plastik penutup wajah. Ku intip Jam berjalan mengekor di paruh lengan. Tanda mentari menyiarkan api. Namun dibalik lapisan sepi. Seperti Sepatutnya air bekerja. turun dari bawah. Naik sebelum singgah. Kadang membawa harga sebuah wajah. Menepi mencari pegunungan harapan. Terlihat tak sepenuhnya hijau. Asap samar terlihat. Seseorang berseragam Hijau mencoba menyudahi hari bersama peluit nyaring. Aku duduk menduduki kaki di atas papan kayu biru. Belumlah sepenuhnya hafal hitungan hari. Alasan mengerti inti jati diri. Teringat basah membalik jiwa juga sekitar raga. Tahun ini benar terasa basah. Seperti saat gigi menemukan luban...
Negeri Kopi Sianida Sebentar saja aku tinggal dalam mimpi, terbit jenis kopi baru. Biasanya aku bertatap muka kopi milik ayah. Kadang sedikit pahit, kadang sedikit gula. Kopi nampak asing yang membuat pusing. Lalu tergeletak mengucap diam dan terkapar. Wartawan membangunkan dengan cercaan pertanyaan. Di mimpiku seorang buta bertanya. Harusakah ada yang mati, padahal di bangku pendidikan kita telah dikenalkan kimia. Walau tak sempat bertanya. Aku terbangun bersama terkejut. Mimpiku mengataiku sialan. Akhirnya kuberlari tepat di depan sebuah televisi. Menganga bak manusia tanpa kelana. Negeriku bukan negeri sandiwara. Lihat saja para petarung medianya. Satu kisah ribuan kata mendunia. Bahkan kopi hitam khas ibu tak sempat terkenal walaupun puluhan tahun ada di meja. Aku iri dengan kopi Sianida. Wajahnya setenar artis ibu kota. Pelakunya sembunyi di antara ribuan manusia. Sementara aku tetap begitu. Mengulang rutinitas roda cahaya. Tak peduli walau tak...
Aku sering bercermin Dan kadang aku berbohong Sering... Seiring bertambah dewasa Aku ucapkan kata mahal Sekedar menutupi kesunyian Tamparan permukaan Tak sempat Aku pegang Aku dan Jalan memucuk Tepat di ujung Aku bertepuk Menebar tetesan tetesan Orang anggap air mata Sikapku berpola Balita sanggup membacanya Kadang merenggut suasana Tepat saat lembah bernana Aku duduk Tak berfikir Kosong Saat ucapan ini mengalir Aku bagai bola bola Dilempar Kemudian Jatuh Kadang memantul Ke arah yang tak betul Bisuku menyebutnya abadi Tak lahir tak sedih Segala yang melekat raga Tinggal sebentar Aku menyebutku kuat Persis seperti orang sekarat Nekat Taat Umpat Masih beranikah kau berjalan di atas Api Kau aku dan aku mirip kelemahan (Untuk aku dan aku yang bodoh...)
Komentar
Posting Komentar