Apa Kabar Jakarta

Sudah sangat sangat sangat lama aku tidak menginjakkan kaki di blog ini. Sebuah kalimat hiperbola dilontarkan oleh penulis gadungan. Pena hatiku berdebu. Tak sempat tertuang pada halaman-halaman digital yang tinggal di sini.

Yap...tulisan ini diketik dari ponsel canggih keluaran terbaru saat kipas angin menyala mengusir panas dan nyamuk. Tulisan ini cukup dekat dengan lokasi Monas. Hanya beberapa kilometer saja.

Kenapa aku kemari?

Karena seseorang pernah datang kesini. Meminta izin. Lalu pergi.

Lalu.. apa saja yang tersisa darimu selain ketika jari, stress, panas dan rutinitas membosankan terus bergulir?

Harapan kecil bahwa aku bisa mengadu nasib layaknya orang berbadan kekar lainnya. Tak perlulah kusebut-sebut ibu kota. Toh sama saja dengan kota-kota lainnya. Hanya saja gedung-gedung dan kemewahan yang sering muncul di Televisi. Membawa sedikit sekali sisa gaji untuk dikumpulkan dan dikirim ke kampung halaman. Itu masih menjadi motivasi terbesar. Motivasi yang menahan jeritan 'aku ingin bebas'.

Oh ya...aq sudah tak memiliki motivasi soal cinta. Ya, cinta. Dimana orang dengan usia 20an ribuan kali hingga berbusa membicarakannya. Tetap saja asyik dan terbuai.

Namun, tidak lagi bagiku. Berhenti dan sadar diri. Sudah cukup. Nama itu sudah tak lagi membuat aku tersenyum. Sesekali saja. Senyum itu bahkan hampa.

Bekerja dan terus bekerja hingga waktu untuk menikah tiba. Entah dengan siapa.

Sementara ini, kututup banyak kisah rapat-rapat. Tak kubiarkan lagi ada celah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sembunyi di Dataran Sunyi

Menebak Pagi

Ilusi Pengkhianatan